KOTABARU, GK – Di ujung selatan Kalimantan Selatan, tersembunyi sebuah desa pesisir yang menyimpan keindahan alam dan sejarah dalam satu tarikan napas, Tanjung Kunyit, Kecamatan Tanjung Selayar, Kabupaten Kotabaru.
Lautnya membentang biru, pantainya sangat indah, dan di balik debur ombaknya, tersimpan jejak masa kolonial yang masih berdiri kokoh dan kuat. Namun, potensi luar biasa ini belum sepenuhnya disentuh oleh geliat pariwisata.
Kepala Desa Tanjung Kunyit, Sahabuddin, dengan penuh harap menyuarakan aspirasi warganya agar desanya dapat ditetapkan sebagai destinasi wisata bahari resmi oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Kotabaru.
“Kami diberkahi laut yang kaya dan pantai yang memikat. Sayang jika semua ini hanya menjadi latar tanpa cerita, tanpa manfaat nyata bagi masyarakat,” ucap Saha dalam wawancaranya dengan awak media, Selasa (28/10/25).
Saha mengungkapkan bahwa Tanjung Kunyit bukan sekadar indah untuk dipandang, tapi juga menjadi sumber kehidupan. Jadi, dalam satu tahun, dua musim tangkap menjadi penopang ekonomi warga.
“Musim Tenggara itu untuk kepiting rajungan, dan musim Barat (September hingga April) untuk ikan laut. Aktivitas melaut bukan hanya tradisi, tapi denyut ekonomi yang terus berdetak,” tuturnya
“Kami ingin laut ini tak hanya menjadi tempat mencari nafkah, tapi juga menjadi ruang wisata yang berkelanjutan,” tambah Sahabuddin.
Selain kekayaan laut, Tanjung Kunyit juga menyimpan pesona wisata sejarah. Salah satunya di kawasan Mercusuar terdapat bangunan bekas peninggalan Belanda, yang memiliki nilai historis tinggi. Bangunan tua itu menjadi saksi bisu masa lalu dan magnet bagi wisatawan pencinta sejarah. Namun, akses menuju lokasi masih menjadi tantangan, dengan kondisi jalan yang belum layak dan minim fasilitas pendukung.
Tak jauh dari sana, terumbu karang yang memesona dan pantai eksotis di sekitar Pulau Semut muncul saat air laut surut, menghadirkan lanskap yang nyaris magis. Lokasi ini sangat potensial untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata edukatif dan konservatif, seperti penginapan apung, keramba wisata, dan gazebo pantai yang menyatu dengan alam.
Sahabuddin tak menutup mata terhadap tantangan yang ada. Menurutnya Kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan laut masih perlu dibina. Sampah pesisir dan sistem transportasi laut yang belum terintegrasi membuat wisatawan kesulitan menjangkau lokasi. Bahkan, banyak wisatawan yang langsung menikmati lautnya tanpa singgah ke daratan desa, sehingga manfaat ekonomi tak sepenuhnya dirasakan warga.
“Kami hanya bisa menunggu. Karena tarif penyeberangan itu bukan pihak desa yang menentukan. Kami berharap ada perhatian dari pemerintah untuk membenahi akses dan sistem transportasi,” ujarnya.
Melihat potensi yang begitu besar, Sahabuddin mengajak Dinas Pariwisata Kotabaru untuk menetapkan Tanjung Kunyit sebagai destinasi wisata bahari unggulan. Ia menegaskan bahwa pemerintah desa siap mendukung dari sisi infrastruktur, pengelolaan, dan edukasi masyarakat.
“Kami siap secara fisik dan sosial. Kami ingin potensi ini menjadi cahaya, bukan sekadar bayangan. Kami ingin Tanjung Kunyit dikenal, dihargai, dan memberi manfaat nyata bagi warganya,” tegasnya.
Dengan laut yang memberi, pasir yang memikat, dan sejarah yang masih berbisik, Tanjung Kunyit menanti untuk dijadikan panggung wisata bahari Kalimantan Selatan. Bukan sekadar destinasi, tapi ruang hidup yang menyatu antara alam, budaya, dan harapan.
Yandi












