KOTABARU, GK – Lonjakan harga gas LPG bersubsidi 3 kilogram (kg) di Kabupaten Kotabaru kembali memicu keresahan masyarakat. Di sejumlah warung pengecer, harga gas melon ini menembus Rp65.000 hingga Rp70.000 per tabung, jauh melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditetapkan pemerintah. Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran terhadap ketimpangan distribusi dan lemahnya pengawasan di tingkat bawah.
Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan tujuan awal digitalisasi distribusi LPG berbasis QR code dan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang bertujuan menciptakan transparansi dan ketepatan sasaran. Namun dalam praktiknya, penyimpangan dan penumpukan pasokan di jalur tidak resmi masih kerap terjadi.
“Warung banyak stok, tapi harganya mencekik. Kalau terus begini, usaha kecil bisa gulung tikar,” keluh Ujang (35), seorang pedagang pentol goreng di kawasan Kotabaru.
Keresahan serupa juga diungkapkan oleh Ramadhan (26), warga Desa Dirgahayu, Kecamatan Pulau Laut Utara.
“Tentunya warung pengencer malah untung. Harusnya untuk kami mendapatkan subsidi, justru tertekan. Di pangkalan cepat habis, tapi di warung pengecer banyak sekali dijual dan harganya pun juga melebihi harga HET,” katanya.
Menanggapi hal ini, Kepala Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan (Koperindag) Kabupaten Kotabaru, Risa Ahyani, menegaskan bahwa lonjakan harga LPG tidak bisa hanya dilihat sebagai kesalahan satu pihak. Menurutnya, diperlukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem distribusi saat ini.
Ia merinci sejumlah faktor yang perlu mendapat perhatian, antara lain:
Kuota distribusi di setiap pangkalan perlu didata ulang agar sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat.
LPG bersubsidi hanya ditujukan bagi warga kurang mampu yang telah terdaftar di pangkalan resmi. Warga yang merasa tidak mendapatkan haknya dapat menyampaikan pengaduan kepada pihak berwenang.
Penyaluran LPG saat ini berada di bawah anak perusahaan Pertamina, sehingga penanganan permasalahan ini memerlukan koordinasi lintas lembaga.
Sebagai solusi jangka panjang, Risa mengungkapkan bahwa pihaknya tengah menyiapkan pembentukan Koperasi Merah Putih, yang akan bekerja sama dengan Patra Niaga (Pertamina) untuk membuka jalur distribusi langsung hingga ke tingkat desa dan kelurahan.
“Koperasi Merah Putih hadir sebagai solusi jangka panjang. Program ini mengedepankan semangat gotong royong dan keterlibatan aktif masyarakat dalam mendukung distribusi yang adil,” jelas Risa saat dihubungi awak genpikalsel.com melalui aplikasi pesan WhatsApp, Jumat (11/7/2025).
Terkait implementasi aplikasi digital untuk pembelian LPG bersubsidi, Risa juga menyoroti pentingnya pertimbangan aspek sosial ekonomi masyarakat.
“Digitalisasi penting, tapi perlu kita hitung biaya hidup mereka. Jangan sampai menambah beban hanya karena harus memiliki perangkat IT. Semua kebijakan harus berpihak pada kelompok yang memang membutuhkan,” tegasnya.
Mengakhiri keterangannya, Risa menyampaikan seruan kepada seluruh masyarakat untuk aktif menjaga jalur distribusi agar tetap pada koridor subsidi.
“Subsidi adalah hak bagi masyarakat kurang mampu. Kami harap warga aktif melaporkan jika ada penyimpangan. Distribusi yang adil dan pengawasan yang tegas akan tercipta jika kita bekerja sama,” pungkasnya.
Pemerintah daerah melalui Disperindagkop menyatakan komitmennya untuk terus mengawal proses distribusi LPG bersubsidi secara berkeadilan, agar benar-benar menyasar kelompok yang berhak dan tidak jatuh ke tangan spekulan atau jalur komersial tidak resmi. [Yandi]